Todd Cantwell: Si Wonderkid Gondrong yang Penuh Gaya, Tapi Kariernya Belum Jelas Arahnya

Lo pasti pernah liat klip highlight seorang gelandang Inggris gondrong, gaya mainnya flashy, skill-nya asik, dan selebrasinya pamer attitude. Yup, itu dia: Todd Cantwell.
Waktu Norwich promosi ke Premier League musim 2019/20, Cantwell kayak jadi ikon baru: muda, confident, dan punya gaya main yang gak biasa buat pemain Inggris pada umumnya.

Tapi seperti banyak kisah wonderkid Inggris lainnya, realita sepak bola profesional itu keras. Dan setelah mencicipi panggung tertinggi, nama Todd Cantwell gak lagi sebanyak itu muncul di pembicaraan mainstream. Jadi, apa kabar Todd Cantwell sekarang? Kenapa dia sempat bersinar, dan kenapa cahayanya belum balik lagi?

Awal Karier: Golden Boy dari Akademi Norwich

Cantwell lahir di Dereka, Norwich tahun 1998. Anak asli kota. Jadi pas dia berkembang dari akademi Norwich City, fans langsung punya harapan tinggi: “Ini calon bintang masa depan klub.”

Dia sempat dipinjamkan ke Belanda bareng Fortuna Sittard buat dapet jam terbang, dan begitu balik ke Inggris, langsung tembus tim utama. Bukan cuma tembus, dia tampil beda.

Gaya mainnya:

  • Penuh flair
  • Dribel halus
  • Body feint licin
  • Umpan-umpan terukur
  • Dan, jelas, confident banget

Waktu Norwich promosi ke Premier League musim 2019/20, bareng Teemu Pukki dan Emiliano Buendía, Cantwell langsung dapet spotlight. Banyak media Inggris nyebut dia “Jack Grealish versi tim promosi.” Agak berlebihan? Mungkin. Tapi gak salah juga kalau ngelihat performanya.

Debut Premier League: Flashy Banget, Tapi Real

Musim 2019/20 jadi panggung pertamanya di level atas. Dan Todd Cantwell langsung nyetel. Dalam 6 laga pertama musim itu, dia cetak 2 gol dan 2 assist.
Di laga lawan Manchester City, dia bikin gol dan main kayak gak takut siapa pun.

Statistik musim itu:

  • 6 gol, 2 assist di Premier League
  • Rata-rata dribel sukses tinggi
  • Passing completion rate solid untuk posisi attacking midfielder
  • Dan yang paling penting: kepercayaan diri tinggi setiap main

Tapi selain statistik, gaya mainnya yang flamboyan juga jadi daya tarik. Gaya rambut panjang, selebrasi santai, bahkan cara jalan di lapangan — Cantwell punya aura bintang. Bahkan beberapa fans bilang, “kalau lo jadiin dia karakter FIFA, rating flair-nya 99.”

Sayangnya… Norwich tetap degradasi.

Norwich Relegasi: Saat Flair Gak Bisa Selamatkan Tim

Musim itu Norwich main ofensif tapi lemah banget di belakang. Cantwell, Buendía, dan Pukki sempat nyala, tapi kebobolan yang terlalu banyak bikin klub gak bisa bertahan di EPL.

Cantwell tetap dipertahankan di Championship, dan malah makin kelihatan dominan. Tapi… di situlah tanda-tanda awal kariernya mulai aneh.

Waktu Norwich promosi lagi ke EPL musim 2021/22, performa Cantwell justru drop drastis. Dia keliatan gak fit, kehilangan ritme, bahkan sering gak masuk starting XI. Dan akhirnya?
Dia dipinjamkan ke Bournemouth, tapi juga gak nyala di sana.

Gaya Main: Taktikal atau Terlalu Bebas?

Todd Cantwell bukan pemain yang bisa lo paksa buat main sistem terlalu kaku. Dia itu:

  • Tipikal playmaker dengan kebebasan
  • Suka pegang bola lama
  • Punya insting buat nyari ruang kecil
  • Tapi kadang terlalu lama ambil keputusan

Itu yang bikin dia cocok di sistem open play kayak Norwich era Daniel Farke — banyak ruang, bebas eksplorasi. Tapi saat tim main defensif atau pragmatis, Cantwell bisa keliatan hilang arah.

Pelatih-pelatih yang lebih konservatif kadang gak sabar sama gaya mainnya. Dan itulah tantangan buat pemain flair: lo harus buktikan kalau lo bisa ngasih impact, bukan cuma gaya.

Kepindahan ke Rangers: Restart yang (Harusnya) Fresh

Tahun 2023, Cantwell ambil keputusan berani — cabut dari Inggris dan gabung Rangers di Skotlandia.
Buat sebagian pemain, itu downgrade. Tapi buat Cantwell? Ini kesempatan reset.

Dan bener aja, di awal gabung Rangers, dia mulai dapet kepercayaan diri lagi. Beberapa gol, assist, dan performa menarik. Fans Rangers mulai ngeliat dia sebagai “bintang baru” yang bisa kasih energi beda di lini tengah.

Tapi masalahnya sama: inkonsistensi.
Kadang dia on fire, kadang hilang total. Kadang mainnya bikin lawan kewalahan, kadang overplay dan gampang hilang bola.

Performa Cantwell di Rangers bikin orang makin sadar: dia butuh sistem dan pelatih yang percaya dan ngerti cara maksimalkan pemain flair. Kalau nggak, dia bisa stuck di zona abu-abu: jago tapi gak maksimal.

Kenapa Dia Gak Meledak Kayak Grealish?

Waktu di Championship dan musim debut EPL, Cantwell sering dibandingin sama Jack Grealish. Tapi arah karier mereka beda banget.
Grealish naik ke puncak bareng Villa, terus pindah ke City dan juara Liga Champions.
Cantwell… malah struggling buat dapet tempat di starting XI Norwich dan Rangers.

Kenapa?

  1. Mentalitas & Adaptasi – Grealish ngerti kapan harus “seriusin permainan.” Cantwell kadang terlalu showman.
  2. Konsistensi – Performanya meledak di awal, tapi gak sustain.
  3. Sistem yang Gak Cocok – Dia bukan pemain serba bisa. Harus dalam sistem yang kasih dia ruang dan bola banyak.
  4. Off-pitch persona – Gaya flamboyan kadang bikin persepsi negatif, apalagi kalau gak dibarengin performa elite.

Apa Masih Ada Harapan? 100% Masih.

Cantwell baru lahir tahun 1998, artinya usianya sekarang masih 26 tahun.
Banyak pemain flair yang baru matang di usia segitu. Jadi masih ada waktu banget buat dia balik ke performa puncaknya — entah itu bareng Rangers, atau pindah lagi ke liga lain yang cocok sama karakternya.

Dia punya:

  • Teknik
  • Kreativitas
  • Aura bintang
  • Pengalaman di Premier League dan Eropa

Tinggal satu hal yang dibutuhkan: konsistensi mindset dan adaptasi di lapangan.

Kalau dia bisa “dewasa” dalam cara main tanpa ngilangin flair-nya, Cantwell masih bisa jadi pemain elite. Tapi kalau dia stuck di gaya “main buat highlight YouTube,” kariernya bisa berhenti di level yang… biasa-biasa aja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *